Selasa, 07 Juni 2016

Dua Garis Merah Jambu di Februari Yang Beku



Dingin kota ini masih belum terlalu akrab dengan suhu badanku yang masih meng-Indonesia, aku baru datang tanggal 18 Februari kemarin, tepatnya tiga hari yang lalu, kota ini kota dimana cintaku menetap dan juga kota dimana aku mengenalnya , tahun 2013 lalu aku datang kesini sebagai tamu dari seorang wanita yang kukenal dari maya,yang akhirnya aku panggil Uni,sehingga kedatangan itu membuatku mengenal seorang lelaki pemilik mata hijau abu-abu dan berhidung merah jambu yang kini telah menjadi  junjungan hidup buatku.

Flashback....

Namanya Alif, kami  menikah dengannya 2015 lalu, dan pernikahan itu masih belum ada resepsi dan masih belum sesuai rencana,kita akan resepsi jika semua urusan selesai, surat-menyurat dan juga visa dan ternyata menikah lintas negara itu tidaklah mudah, perjuangan itu masih teramat panjang, baru memulai tepatnya,sehingga rencana demi rencana tersusun dengan indah dan waktu mengalir sempurna membawa kita pada arah yang sebenarnya.

&&&

Juni 2015 aku telah kembali kekota ini, berangkat menyusul kesayangan,sekalian ingin liburan musim panas di negara empat musim ini,dan pernikahan yang menginjak bulan kesekian, dan tanya demi tanya singgah bagai petasan dari segala penjuru mata angin, pertanyaan standar yang akhirnya terasa menyakitkan.

“ Kamu dah isi belum?”

“ Kamu kan dah beberapa bulan nikah kok masih belum hamil?”

“ Nunggu apalagi, kamu dah tua, dah berumur, kenapa masih belum hamil?”

Mulai dari pertanyaan standart, baik, menggoda atau bahkan memojokkan, ah ternyata begini hidup di awal pernikahan itu, jika tak tebal telinga mungkin saja ingin bikin sup manusia. Ahh sadisnya.

&&&

Setiap perempuan pasti ingin menikmati kodratnya sebagai seorang perempuan, di panggil ibu, merasakan detak jantung dalam debar, melihat detak jantung yang demikian degup. Sehingga keinginan itu tersampaikan kepada sang cinta,namun jawabannya masih mengecewakan.

“ Aku belum ingin kita punya baby sampai semua urusan kita kelar, aku gak mau kamu repot, karena sebelum visa nasionalmu keluar semuanya akan rumit nantinya.” Akhirnya aku mengalah dan bersabar untuk menunggu dalam menyerahkan semuanya sama pemilik kehidupan.

Sehingga waktu berlari cepat, 2015 berakhir dengan sempurna, visa telah di tangan, tiket telah di booking, dan resepsi impianpun telah di gelar sehingga sebuah kepergian telah di rancang.

&&&

Bulir- bulir salju dan dingin Februari  2016 menungguku, Frankfurt yang sibuk dan dingin yang menusuk, aku ingin pulang, kerumah yang hangat, rumah dimana cintaku berdiam, sehingga ICE 2465 itu membawaku 3 jam perjalanan menuju rumah, ah aku pulang, aku kembali, aku balik untuk hidup di negeri ini, benua ini, ahh cinta telah membawaku sejauh ini.

&&&

Ada tawa yang hangat, ada senyum yang melamat, ada rindu yang tak pernah tamat, dia menjemputku di Haupbahnhof, sebuah pelukan hangat meredakan dinginku yang gigil, cintalah yang membawaku pulang, pulang pada rumah kedua setelah rumah dimana kehangatan lain yang kutinggalkan, ada yang menghangat kurasa, ternyata telah begitu jauh kampung ku tinggalkan. Entah kapan akan kembali pulang.

Ahh  rumah ini masih sama, belum ada yang berubah, hanya basah embun musim dingin yang tak sama, hangatnya kini adalah pelukan, harapan yang membubung langit, mengangkasa seiring doa-doa, ah Tuhan, betapa harapku lebih besar dari badan.

&&&

Ini adalah pagi yang penuh oleh harapan setelah aku kembali, yah 3 hari yang lalu aku datang, dengan mimpi yang entah mungkin atau tidak, setelah sebulan yang lalu doa-doa menjura, langit telah berlukiskan angan, menjadi seorang perempuan yang benar-benar perempuan, sehingga pagi ini aku memberanikan sesuatu sambil berkomat-kamit menebalkan iman, menerima apapun yang akan di temui.

Kira-kira jam 10 pagi aku berangkat pergi belanja dan setelah membaca beberapa research di internet bahwa 4 hari sebelum masa periode itu telah bisa menunjukan sebuah keajaiban, sebuah keajaiban yang sungguh aku inginkan, aku membeli sebuah testpack dengan harga termurah,(belajar dari pengalaman sebelumnya kalau tak berhasil bisa di buang tanpa merasa rugi), sehingga pulang dengan harapan yang menjulang dan segelas air telah menunggu di kamar mandi. Dengan nafas yang kembang kempis, dengan dada yang berdegup kencang, aku mulai dengan segala doa yang memungkinkapan dan memejamkan mata beberapa saat lalu meninggalkan sampai mengering. Dan dalam 15 menit aku kembali, masih tidak berani melihat, masih memejamkan mata sambil membaca ribuan mantra.

Dan, Tuhaaaaaaaaaaaan garisnya dua merah jambu, aku terlonjak, aku berjingkrak, aku menangis, entahlah mungkin beginilah semua wanita yang menunggu, ahh Tuhan manis sekali kejutan-Mu, namun ketakutan masih dalam diriku, sehingga tak percaya pada yang terlihat, tak yakin pada yang tampak dan biar kian pasti, aku kembali ke supermarket itu, setengah berlari dengan degup jantung yang memburu, dan mengambil dua lagi alat ajaib itu, dua warna, dengan harga yang luar biasa.

Dengan gelas baru, air baru, dua gelas, berbeda, aku kembali mencoba dua-duanya, dan hasilnya masih sama, dua garis merah, yah garis merahh dan tulisan itu nyata, nyata,sehingga tangis bahagia itu berubah menjadi ketakutan, mental yang di ganyang. Aku hamil? Siapkah aku? Aku akan jadi ibu? Siapkah aku?, namun terlebih dari itu aku tertawa, aku bahagia, maaaakk aku akan jadi ibu, engkau akan punya cucu. Ahh ini februari yang sungguh merah jambu. 


Desty Dasril

Arnstadt, 20 Februari 2016

Timer

About

Seseorang yang sedang belajar menulis, masih belajar dan terus belajar.

The Visitor of My Blogs

Flag Counter