Seperti biasa pagi ini kita berbicara,tentang masa, tentang waktu
yang berjalan tak terduga, tentang senja, tentang luka-luka lalu yang
setengah nganga. Sebuah senyuman simpul, sebuah dekap, sebuah kejap,
sebuah ilusi tentang degup yang derap. Kita adalah matahari bagi kita
sendiri, dimana api nyala dimatamu, menghangatkan aku, membakar kadang
kala.
Aku suka, pada warna lembut pelangi di senyummu, mata hijau
tua, muka yang kadang merah muda, malu-malu. Jiwa ini mabuk, jatuh cinta,
atau entah apalah namanya, ejaaan tentang segala kamu tak akan pernah
tamat. Ini terlalu dalam, rindu mendendam, sepi mengelam, bayangmu kini
dekam, dalam dada menjadi sekam.
Bahkan aroma punggung tanganmu masih tertinggal,kala kuciumi senja
tadi, saat hiruk pikuk itu membawamu pulang pada kota yang sepi, kota
yang kurindukan. Tempat dimana aku dan kamu merenda sua, dua tahun lalu,
dalam perjamuan yang manis, aku suka warna sweatermu kala itu, merah
serupa wajahmu yang menyipu hatiku.
Bahkan sudut bibirmu masih bersamaku, searoma madu, kelopak musim semi merekahkan hatiku, meski tunggu ini sepi, kala purnama bulan depan menyapa, aku ada, kamu dalam kita. Kota kecil itu akan kembali menceritakan kisah.
Tangerang, 040415
Catatan hati bagi pemilik hati.
Bahkan sudut bibirmu masih bersamaku, searoma madu, kelopak musim semi merekahkan hatiku, meski tunggu ini sepi, kala purnama bulan depan menyapa, aku ada, kamu dalam kita. Kota kecil itu akan kembali menceritakan kisah.
Tangerang, 040415
Catatan hati bagi pemilik hati.